Dikisahkan dalam perjalanan panjang menuju era energi ramah lingkungan, mahasiswa dari Universitas Pertamina muncul sebagai pahlawan tak terduga, mengubah limbah menjadi sumber energi terbarukan. Tidak tanggung-tanggung, mereka berani menghadirkan biogas dari limbah tahu dan kotoran sapi dalam waktu yang sangat singkat.

 

Dalam perbincangan dengan Trois Dilisusendi, sang Kepala Subdit Penyiapan Program Bioenergi dari Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), terungkap bahwa pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) masih jauh dari target. Hanya sebagian kecil dari potensi 489,8 juta meter kubik yang terpasang pada tahun 2025 yang benar-benar dimanfaatkan, dengan angka keterpakaiannya baru mencapai 9,7%.

Kendati konsep biogas telah dikenal luas, proses produksinya masih menjadi momok. Mago (2020) mencatat bahwa proses ini memakan waktu lama, hingga 30 hari. Tidak hanya itu, teknologi konvensional yang digunakan cenderung terbatas, menghasilkan suhu yang kurang optimal, tidak lebih dari 37 derajat Celsius.

 

Namun, seperti biasa, tantangan itu memicu kreativitas. PT Pertamina (Persero), bekerja sama dengan Pertamina Foundation dan Universitas Pertamina, memulai misi melalui program bernama Desa Berdikari Sobat Bumi (DEB SOBI). Mereka menatap Desa Bojongkulur, Kabupaten Bogor, di mana limbah tahu berlimpah.

 

“Saya tahu bahwa di desa ini, produksi tahu bisa mencapai 2.000 unit dalam sehari. Namun, sayangnya, limbahnya tidak terkelola dengan baik,” ujar Yama, seorang mahasiswa Teknik Perminyakan dari Universitas Pertamina.

 

Berkat riset yang cermat, mahasiswa UPER menemukan cara untuk mengubah limbah tahu tersebut menjadi biogas yang berguna. Dengan memadukan limbah tahu dan kotoran sapi, serta bantuan teknologi panel surya untuk mempercepat prosesnya, mereka berhasil menciptakan reaktor biogas yang efisien.

 

“Prosesnya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, inokulasi, di mana kotoran sapi dimasukkan ke dalam reaktor dan diendapkan selama beberapa hari. Setelah itu, kami memasukkan limbah tahu secara perlahan hingga mencapai target produksi,” jelas Yama.

 

Hasilnya? Sebuah terobosan gemilang! Mereka berhasil menghasilkan biogas dalam waktu yang lebih singkat, bahkan dua kali lipat lebih cepat daripada teknologi konvensional. Biogas yang dihasilkan dari 750 liter limbah tahu telah mulai dimanfaatkan oleh dua rumah tangga, dengan rencana penggunaan lebih luas di masa depan untuk mendukung produksi tahu di desa tersebut.

 

Seluruh proses pengembangan ini mendapatkan dukungan penuh dari rektor Universitas Pertamina, Prof. Dr. Ir. Wawan Gunawan A. Kadir MS, yang melihatnya sebagai langkah penting dalam menyongsong masa depan berkelanjutan.

 

Sebagai informasi tambahan, bagi para pemuda yang tertarik dengan bidang ini, Universitas Pertamina memberikan kesempatan untuk bergabung melalui penerimaan mahasiswa baru. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui situs resmi di https://pmb.universitaspertamina.ac.id/.

 

Dari limbah tahu dan kotoran sapi, lahirlah energi masa depan. Mahasiswa telah membuktikan bahwa dengan semangat inovasi dan tekad yang kuat, tidak ada yang tidak mungkin.